Daya Ungkit Literasi

Oleh: Thio Hok Lay, S. Si
Teaching Learning Curriculum Department, Sekolah Citra Kasih, Jakarta
Tanpa buku Tuhan diam.
Keadilan terbenam.
Sains alam macet. Sastra bisu.
Dan seluruhnya dirundung kegelapan.
(Thomas V. Bartholin, 1672)

Hari Literasi Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September, menjadi momentum yang
tepat untuk merefleksikan dan memaknai pentingnya melek huruf bagi setiap manusia, komunitas,
dan masyarakat.

Saat ini, fenomena krisis literasi begitu kentara. Terkait dengan aktivitas literasi di bumi pertiwi
Indonesia, sampai saat ini, kualitas literasi para pelajar sebagai anak bangsa masih perlu banyak
berbenah; mengingat kondisinya masih jauh dari menggembirakan.

Merujuk data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
di tahun 2020, mengungkap bahwa sebesar 2.961.060 warga di seluruh penjuru Indonesia belum
melek huruf. Bangsa ini sedang mengalami kekaburan dan kerabunan literasi akibat dilanda buta
aksara dimana-mana.

Lebih lanjut, merujuk data UNESCO di tahun 2020, Indonesia menempati urutan kedua dari
bawah soal literasi dunia, artinya minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Menurut
UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangatlah memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya
dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang gemar membaca.

Perlu diingat dan disadari bersama bahwa dengan diusungnya spirit merdeka dalam belajar,
tidaklah berarti bahwa kegemaran akan membaca dan menulis secara otomatis tiba-tiba tumbuh
dengan sendirinya.

Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan Nasional Republik
Indonesia mengacu pada 6 (enam) literasi dasar dari UNESCO, yakni literasi baca tulis, literasi
numerasi, literasi sains, literasi financial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewargaan. GLN
bertujuan untuk menciptakan dan menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem
pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup.

Berbekal bonus demografi yang melimpah, dengan ragam stimulus terobosan dan teknologi di
bidang pendidikan, seperti spirit merdeka belajar, gerakan membaca, dan guru penggerak,
diharapkan mampu mengungkit minat dan kegemaran para generasi muda dalam membaca
(literat).

Aktivitas literasi akan memberikan dampak positif; melepaskan dan membebaskan nasib anak
bangsa yang masih terlilit oleh krisis melek huruf yang membodohkan dan memiskinkan. Perlu
diingat dan disadari bahwa ruang lingkup literasi senyatanya melampaui sekedar aktivitas
membaca dan menulis.

Ranah arsiran literasi itu merambah melampaui sekat-sekat subyek mata pelajaran (cross content
area). Dengan semangat entrepreneurship, aktivitas literasi dapat menjadi momentum inovasi di
masa pandemi dalam menciptakan interaksi sosial di tengah pola pembelajaran yang serba
berjarak dan personal.

Pengalaman keseharian telah membuktikan bahwa orang-orang yang berhasil dalam hidupnya
adalah mereka yang mau dan mampu untuk belajar secara mandiri, dan mempraktikkan apa yang
telah dipelajarinya secara terus menerus dan konsisten sampai membentuk dan menjadi sikap dan
karakter nyata dalam hidup keseharian. Inilah buah-buah nyata dari aktivitas literasi.

Ringkasnya, aktivitas literasi merajut pemahaman, membentuk pengertian dan makna bagi
kehidupan. Melalui bacaan, kita beranjak dari hampa menuju paham. Melalui kesediaan kolektif
anak bangsa untuk belajar, berbagi, dan berkolaborasi guna maju dan tumbuh bersama melalui
aktivitas literasi, nantinya akan mengungkit naik kualitas SDM anak bangsa, tumbuhkembang
menuju bangsa yang unggul dan bermartabat dalam menyongsong fajar peradaban.

Artikel Lain